Ketika Guru Jadi Backpaker. Part #2
Risah Icha Az-zahra
12/19/2014 04:42:00 AM
16 Comments
Air
Terjun Air Garam
#Intro
Sebenernya perjalanan
ke air garam ini udah lama banget. Sekitar awal oktober yang lalu. Tapi nggak
afdol kalo nggak di ceritain di blog ter cintah ini. Ibarat sayur tanpa garam.
(apa hunungannya) Jadi wajib gue certain di blog ini. Muehehe.
Air terjun yang akan
kami kunjungi kali ini terletak di Desa
Air Garam, Distrik Asotipo, Wamena, Kab. Jayawijaya. Provinsi Papua. Kalo
kamu liat di peta. Nggak bakal ada desa air garam. Karna letaknya paling ujung
di distrik asotipo. Nggak ada listrik, sinyal, dan sulit air. Di desa inilah 2
guru asal Riau dan Kalimantan mengabdi untuk anak negeri. Kepala desa air garam
yang antusias banget dengan kedatangan 2 cowok ini langsung merelakan rumahnya
untuk di tempati, sedangkan beliau sendiri rela tinggal di Honai (rumah adat
papua).
Sayangnya, meski sudah
di berikan rumah, si Aidi yang berasal satu kampus denganku itu tidak bisa
tinggal di rumah yang sudah di sediakan persis di depan sekolah. Darwin yang
datang dari UNMUL (Universitas Mulawarman, Samarinda) pun sependapat. Bahkan
gosip yang beredar di antara SM3T Wamena, di awal kedatangan mereka di desa air
garam. Darwin sempat menangis sambil menelpon orangtuanya hihihi.. siapa yang
tidak menangis membayangkan bakal tinggal di rumah yang jauh terpisah dari rumah
penduduk, tidak ada listrik, tidak ada sinyal dan tidak ada air. WC untuk membuang
hajat pun tidak ada. Wajarlah Darwin
menangisi nasibnya untuk satu tahun ke depan.
Sorenya mereka turun
gunung menuju Hitigima. Desa tempat tugasku mengajar. Perjalanan sekitar 1 jam
jalan kaki (nggak ada transport selain jalan kaki disini). Mereka membawa
laptop dan gadget lainnya untuk di cas di rumahku yang alhadulillah ala kulli
hal ya Allah. Rumahku ada listriknya 24 jam. Sore itu mereka curhat. Sore di
hari pertama di tempat kami mengabdi, sore ketika aku berteriak kegirangan
melihat aidi datang dari atas gunung. Sore setelah air mata pertama ku di Papua.
Malam itu kami atur
strategi, plan A nya Darwin dan Aidi bakal tinggal serumah dengan aku. Dan
mereka akan bolak-balik jalan kaki ke sekolah. Karena mereka nggak cukup tahan
untuk tinggal di atas (air garam) tanpa listrik, sinyal dan tidak ada yang bisa
menjamin keamanan mereka karena rumah yang jauh terpisah dari rumah penduduk.
Pasti udah pada tau gimana kondisi keamanan papua yang rawan terjadi kejahatan
itu.
Ternyata, setelah di
telpon, teman kami satu distrik asotipo yang hari ini juga sampai di Desa
Sogokmo tidak beda jauh nasibnya dengan Air Garam. Rumah mereka ada di dalam
lingkungan sekolah, tidak ada air, tidak ada listrik, kesulitan sinyal, tapi WC
masih ada, menggunakan WC sekolah yang letaknya tidak jauh dari rumah.
Ketika di telpon, suara
muti yang putus-putus menandakan mereka ketakutan
tinggal rumah yang jauh dari keramaian. Dengan gagah berani, akhirnya Darwin
dan Aidi malam itu juga menjemput Fauzan Azimah alias Aan dan Muti yang ada di
sogokmo. Malam-malam jalan kaki sekitar1 jam dengan berbekal senter. Aku
menahan napas khawatir menunggu mereka dirumah. Untunglah mereka selamat sampai
dirumahku. Dengan membawa barang-barang berharganya dan sleeping bed, Aan yang alumni Biologi di UR dan Muti yang berasal dari UNMUL itu
bercerita tentang poskonya. Ternyata
dari 3 posko di distrik asotipo. Posko akulah yang paling layak huni. Dirumahku
ada 2 kamar, ruang tamu, ruang tengah, dapur mini, dan dilengkapi dengan
listrik 24 jam. Sinyal bagus (bahkan bisa buka FB sesekali), dan ada WC di
dalam rumah. Air memang agak sulit karna harus angkut jauh, tapi untuk hari
pertama iitu pak Wetipo sudah menyedakan banyak air di kamar mandi untuk
kebutuhan kami. Thanks God!
hari pertama hidup di Papua. masa-masa si Aidi dan Darwin masi jadi anak terlantar :D |