 |
Suatu Pagi di Pulau Pamutusan, Sumatra Barat |
cerita sebelumnya :
Langit masih gelap, debur ombak terdengar sangat syahdu
karena tiada suara lain dipulau itu. beberapa tenda yang berbaris disamping
kami masih tertutup rapat. Aku keluar dari tenda yang sudah seperti sauna.
Sekitar jam 3 pagi baru bisa tidur. Sebelumnya aku cuma memejamkan mata tapi
tidak bisa tidur karena badan basah oleh keringat. Ternyata ngecamp di pantai
jauh beda sama ngecamp di gunung. Di pantai panas bangeett… jam 5.30 aku
melangkah mengikuti Jamira ke kamar mandi umum untuk berwudhu. Kami sholat
subuh di detik-detik matahari terbit. Ighfilri ya Robb…
Selesai dua rakaat, kami keliling pantai. Menikmati irama
debur ombak di pulau yang sunyi, mendengaran kicauan burung yang hinggap di
pulau kecil ini kemudian terbang lagi.
Menyusuri dermaga yang berwarna kebiruan. Menyaksikan kerlap kerlip
lampu di pulau pagang yang dimatikan satu persatu. Dan tidak lupa berpose alay
dengan camera HP seadanya.
 |
from left : Darwin, aku dan Iam. keliatan banget muka bangun tidur nya :D |
 |
ada paparazi |
Guvan, guide kami yang berdedikasi baru bangun dan kami
langsung mengajaknya tracking ke puncak pamutusan untuk menikmati sunrise dari
atas. Dengan baju piyama, sandal jepit seadanya, dan muka bangun tidur kami
tracking ke puncak. Iam bahkan masih bergulung dalam sarung. Padahal aku sudah
menyiapkan kostum untuk tracking, sepatu keren juga sudah kubawa. Semuanya
sia-sia hanya terpendam di dalam tas yang saat ini di tenda. Kalau harus ganti
kostum dulu kelamaan, bakal nggak kebagian nonton bioskop terbitnya matahari. Rugi
dooong..
Naik ke atas diperkirakan cuma 15 menit doang. Tapi
ketinggiannya lumayan curam dan licin habis ditimpa hujan tadi malam. Kaki ku
berasa kebas berjalan di kemiringan yang tajam dan selicin itu. Beberapa kali
aku berhenti dan menarik napas ngos-ngosan. Gimana mau
nanjak merapi kalo bukit beginian aja udah ngos-ngosan. Hihihi.
Sampe di atas kita disuguhi gugusan pulau-pulau dan birunya
laut. Ditambah bonus sunrise yang kueeereeeennnn banget.. tapi sayangnya aku
nggak bisa menggunting indahnya matahari terbit pagi itu dan menempelkannya di
blog ini, karena lagi-lagi kami nggak bawa kamera. Cuma mengandalkan HP. Ada
sih kameranya guide, tapi lupa minta file nya. Biarlah memori otak yang
menyimpan semua pemandangan indah itu.
 |
Pulau Pagang yang terlihat dari Pulau Pamutusan, dengan camera seadanya |
 |
Temani Adek, Bang... |
 |
bukan LGBT |
 |
L O V E |
 |
Mira, Darwin Iam dan aku. ala ala anak 4L4Y |
Dari atas puncak pamutusan ini terlihat 2 pulau yang
terhubung. Seperti jalan antar pulau. Karena itulah pulau ini disebut pulau
pamutusan. Karena kalau laut pasang, sebagian dari ‘jalan’ yang terlihat itu
akan tenggelam.
 |
Mira dengan Pose nasioalisnya |
 |
Pose Nasionalis yang gatot, tiang benderanya patah -__- |
With all your crazy friends
laughing with you somewhere in secluded private clear blue lagoon, you can
never have too much fun! :D (ngutip kata-katanya prettypucca)
Kalau Raja Ampat punya
puncak Pianemo atau Wayag. Sumbar punya puncak pamutusan dan pasumpahan. It’s
really like a mini raja ampat. Nggak bosen-bosen mandangin samudra yang dihiasi
pulau-pulau itu dari atas. Subhanallah.. indahnya ciptaan Tuhan.
Turun dari puncak lebih
gamang dari pada naiknya. Karena sandal ku cuma sandal jepit ala pantai yang
sangat tidak cocok untuk menuruni bukit curam dan licin, Darwin akhirnya
merelakan sandal gunungnya sedangkan dia nyeker. Yang walaupun kebesaran, tapi
aku jadi lebih nyaman dan berani jalan turun ke bawah.
“Heuhh.. susah bawa
nenek-nenek jalan!.” Katanya mengerutu meninggalkan aku di atas yang
teriak-teriak minta ditungguin. “Pinggang nenek encok cuu…”
Sampai dibawah kita langsung
ganti kostum untuk snorkeling dan underwater foto session 2. Juga syuting video
underwater. Walaupun hasilnya nggak seberapa, tapi cukup memuaskan. Si Guvan
sampai ngos-ngosan karena harus berkali-kali nyelam untuk mengambil gambar. Dan
si mas bro (yang sampai sekarang aku masih lupa namanya) sibuk megangin live
jacket dan alat snorkeling selama kita nyelam bebas tanpa alat.
Pagi itu, air masih jernih
dan pulau masih sepi. Dengan leluasa kami bisa puas foto-foto underwater dan
berenang-renang di pantai yang nggak jauh dari dermaga. Menambah koleksi luka
di tangan dan kaki karena kena karang, dan jamira tetep dong… ngapung-ngapung
dengan live jacket nya dan aman dari luka! :D
Jam 11 siang mulai
berdatangan beberapa kapal. Karena mungkin \ hari sabtu, jadi banyak pengunjung
yang sekedar datang sebentar dan kemudian pergi lagi ke pulau lainnya. Ada juga
rombongan gathering dari salah satu Koran di Pekanbaru.
Guvan dan asisten guide nya
sibuk melayani mereka. Dari memberikan breefing singkat, sampai underwater
foto. Tapi underwater foto disiang itu tidak begitu bagus, mungkin karena
terlalu ramai dan cuaca agak mendung. Jadi air laut gelap dan hasil foto kurang
jernih. Kurang beruntung deh si oom oom. Kapan-kapan balik lagi om…
Siang itu kami juga
kedatangan satu anggota yang mau ikutan ke pamutusan. Tapi karena doski udah
punya istri, dan nggak bisa ninggalin kerjaannya, jadilah nggak bisa ikut
ngecamp dan baru bisa datang hari sabtu pagi. Dokter berkulit putih ini 2 tahun
PTT di Papua. Aku udah pernah juga bertandang ke tempat tugasnya di Bokondini, Tolikara. Beberapa kali ngetrip bareng. Salah satunya waktu mengejar salju
ke Trikora. pernah aku ceritain DISINI dan DISINI.
Bang Poby yang jadi dokter
umum di RS. M. Djamil Padang ini begitu datang langsung diajakin buat foto
underwater. Karena kami udah take foto sejak kemaren, Cuma bg Poby doang yang
turun, sedangkan kami nyante-nyante di ayunan.
 |
Bg Poby bersiap snorkeling. what a crystal water!! |
Begitu bg Poby kelar sesi
foto underwaternya, nasi bungkus yang udah di sedian Loading Tour langsung di
lahap. Setelah itu mandi, sholat zuhur dan beres-beresin tenda untuk berangkat
ke pulau selanjutnya. Pulau Pasumpahan dan Suwarnadipwa. Here we cooooomeeeee…!